Ada banyak kritik serius yang dihadapi oleh Charles Darwin terhadap teorinya. Bab 5 ke atas dalam buku ini membahas bagaimana jawabannya terhadap pertanyaan dan kritik tersebut.
Bab 6. Kesulitan-kesulitan Teori ini
Seandainya spesies memang diturunkan dari spesies lain dengan perubahan yang berangsur-angsur, mengapa kita tidak melihat keberadaan bentuk-bentuk transisi di mana-mana?
Salah satu alasannya adalah karena ketidaksempurnaan catatan geologi. Ketika permukaan air laut dalam keadaan stabil atau saat pasang atau ketika endapan yang tertimbun hanya sedikit, maka akan terjadi kekosongan pada sejarah geologi kita. Hanya endapan yang cukup banyak dan tebal yang dapat menahan sejumlah degradasi di masa depan.
Selain itu, dalam persaingan untuk bertahan hidup, spesies yang lebih terdefinisi secara jelas akan lebih mampu bertahan hidup dibandingkan dengan spesies dengan variasi yang bercampur. Dengan kata lain, tiap bentuk baru akan cenderung mengambil tempat dan menyingkirkan bentuk leluhurnya yang kurang unggul. Leluhurnya dan semua bentuk antara sebelumnya biasanya telah musnah akibat proses pembentukan dan penyempurnaan bentuk baru itu sendiri. Namun kita bisa melihat beberapa bentuk transisi yang pernah ada seperti:
- Ikan menjadi Amfibi
Eusthenopteron -> Tiktaalik -> Ichthyostega - Amfibi menjadi Reptil
Petrolacosaurus -> Hylonomus -> Limnoscelis - Reptil menjadi Burung
Theropoda -> Archeopteryx -> Ichthyornis - Reptil menjadi Mamalia
Dimetrodon -> Procynosuchus -> Yanoconodon
Apakah mungkin misalnya seekor hewan yang memiliki struktur dan kebiasaan yang khas dapat terbentuk dari modifikasi hewan lain dengan struktur dan kebiasaan yang benar-benar berbeda?
Untuk menjawab pertanyaan ini, salah satunya dapat dilihat dari keluarga tupai. Tupai memiliki gradasi terbaik mulai dari tupai-tupai yang ekornya sedikit rata, tupai yang belakang tubuhnya lebih lebar dan memiliki kulit bagian sayap yang penuh, sampai pada tupai terbang. Kita tidak bisa meragukan bahwa setiap struktur berguna bagi setiap jenis tupai di daerahnya masing-masing, dan setiap tupai memiliki kebiasaan yang berbeda.
Atau pada Galeopithecus atau Lemur Terbang yang memiliki kemampuan melayang yang berguna menurunkan bahaya terjatuh dari pohon, sehingga pada pelestarian yang berkelanjutan, lemur-lemur yang bisa terbang cenderung bertahan hidup dengan sayap yang semakin sempurna dari generasi ke generasi. Dampaknya adalah menghasilkan seekor lemur terbang yang sempurna yaitu Kelelawar dengan selaput sayap yang merentang dari puncak bahu sampai ekor dan tungkai belakang.
Bagaimana kita percaya bahwa seleksi alam bisa menghasilkan organ dengan struktur indah seperti mata?
Intinya bagaimana sebuah saraf dapat menjadi semakin sensitif terhadap cahaya dan menyempurnakan struktur mata dari generasi ke generasi. Darwin menggunakan contoh mata pada artikulata dan crustacea, di mana pada artikulata masih berupa saraf optik yang diselubungi pigmen tanpa adanya mekanisme lain, sedangkan pada crustacea sudah memiliki sebuah kornea ganda dengan kornea bagian dalam terbagi menjadi facet-facet dan di dalam setiap facet terdapat sebuah lensa berbentuk cembung. Detailnya memang belum ditemukan waktu itu, kalau mau yang lebih detail bisa lihat penjelasan dari Richard Dawkins di sini.
Bab 7. Naluri
Dapatkan naluri diperoleh dan dimodifikasi melalui seleksi alam?
Kayaknya enaknya bab ini dimulai dengan peribahasa: “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”. Yang artinya ada kemiripan sikap, perilaku, dan pola pikir antara orang tua dengan anak-anak mereka dan hal ini berlaku pada semua mahkluk hidup.
Menurut Darwin, naluri itu bukan sesuatu yang dianugerahkan atau diciptakan khusus, akan tetapi sebagai akibat kecil dari sebuah hukum umum yang membawa pada kemajuan seluruh makhluk hidup. Sama halnya dengan struktur tubuh, naluri perlahan-lahan diperoleh melalui seleksi alam. Yakni melalui suatu individu yang dilahirkan dengan memiliki sedikit modifikasi menguntungkan, yang kemudian diwarisi oleh keturunannya, dan kemudian keturunan juga bervariasi dan terseleksi, dan begitu seterusnya.
Naluri di dalam domestikasi
Dalam hal modifikasi naluri pada beberapa hewan, ada yang disebabkan oleh manusia yang selama bergenerasi-generasi menyeleksi tindakan-tindakan yang khas. Contohnya pada anjing-anjing peliharaan yang dilatih agar tidak menyerang ayam, domba dan babi. Jika mereka melakukan serangan, mereka terkadang dihukum dan dipukuli. Apabila kecendrungan tersebut tidak dapat dihilangkan, mereka akan dimusnahkan. Anjing yang lebih menurut dan tidak suka menyerang cenderung akan bertahan dan dapat menghasilkan keturunan.
Naluri di alam liar
Dalam menjelaskan naluri di kehidupan liar, Darwin mempelajarinya dari beberapa kasus tapi yang akan dibahas di artikel ini cuman satu, yaitu naluri memperbudak pada semut tertentu. Semut yang akan jadi contoh ada 2 spesies semut majikan: Formica rufescens yaitu semut amazon pemilik budak dan Formica sanguinea yang berada di wilayah Inggris bagian selatan.
Semut Formica rufescens sangat bergantung terhadap budak-budaknya. Budak memberi mereka makan, membangun dan memelihara sarang, menentukan akan pindah ke mana jika sarang sudah tak nyaman, dan membawa majikannya dalam proses migrasi sarang. Semut ini benar-benar tidak melakukan apa-apa selain giat dan berani dalam menangkap budak.
Di lain pihak, spesies Formica sanguinea memiliki budak yang jauh lebih sedikit. Pada spesies ini, para majikanlah yang menentukan kapan dan di mana sarang baru harus dibuat, dan ketika bermigrasi para majikan yang menggendong budak-budak mereka. Semut budak hanya bertugas merawat larva dan tidak meninggalkan sarang. Semut majikan yang meninggalkan sarang untuk melakukan ekspedisi mengumpulkan material bangunan dan makanan.
Bagaimana naluri ini bisa terbentuk? Pada mulanya, semut majikan biasa mengambil kepompong semut spesies lain yang ada di dekat sarang mereka. Kepompong yang semula disimpan sebagai bahan makanan tersebut malah tumbuh dan berkembang menjadi semut dewasa. Semut yang tanpa sengaja mereka besarkan ini mengikuti naluri biasa mereka dan bekerja. Karena keberadaan mereka terbukti berguna dan lebih menguntungkan bagi spesies semut majikan, maka kebiasaan menangkap kepompong yang awalnya untuk menimbun makanan oleh seleksi alam diperkuat untuk tujuan lain, yaitu membiakkan budak. Ketika naluri ini didapatkan, apabila dilaksanakan dalam tingkat yang lebih kecil maka terbentuklah spesies seperti Formica sanguinea yang tidak bergantung sepenuhnya kepada budak. Namun jika dilakukan pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu ketika setiap modifikasi naluri berguna bagi spesies yang bersangkutan, maka suatu saat akan terbentuk semut yang sangat tergantung pada budak mereka seperti Formica rufescens.
Kita dapat melihat perbedaan naluri tehadap kedua jenis spesies ini yang disesuaikan dengan wilayahnya masing-masing dan sebagai bukti bahwa naluri perlahan-lahan diperoleh melalui seleksi alam.