Dua garis dan sebuah titik

Gue sering bertanya-tanya kapan bisa ketemu dengan lelaki yang gue inginkan, yang bener-bener cocok sama gue.
Dalam artian gue suka dia dan begitu pula sebaliknya. Nggak ada patokan khusus, tapi harus memenuhi kriteria “cocok”, yang mana itu abstrak.

Gue cuman bisa menerka-nerka kalau orang itu ada.
Mengingat masih ada pasangan yang saling mencintai dan menerima satu sama lain, gue cukup optimis kalau probabilitasnya ada.
Seacaknya atom masih bisa menghasilkan kehidupan yang dari sisi probabilitas hampir mustahil.
Gue berharap keajaiban kayak gitu terjadi di hidup gue.

Yang gue pikirkan adalah garis hidup gue ini yang sedang menuju entah ke arah mana, gimana caranya berpotongan dengan garis hidup dia di satu titik.
Toh dulunya kami adalah satu titik, mungkin di waktu jauh sebelum nenek moyang pemberani kami mulai meninggalkan Afrika (karena rasanya gue belum pernah ketemu dia dalam hidup gue).
Atau gimana kalau kita sederhanakan saja menggunakan fisika klasik? Mengingat kami sudah pasti sama-sama besar, berat, dan makroskopik.
Jadi gaya apapun dan dari manapun tolong manipulasi percepatan gue supaya bisa bertemu.

~
Akhirnya titik itu muncul ke permukaan, nilai probabilitasnya menjadi 1.
Gue nggak tau pemantiknya dari mana, bisa aja berasal dari pertemuan dua leluhur amfibi kami di zaman Devon.
Yang pasti dunia gue jadi cerah.

Gue sering bilang ke dia kalau pertemuan pertama kami sangat berkesan bagi gue.
Gue nggak akan pernah melupakan sore yang indah di Kopikina pada Maret 2021 itu dengan ditemani Zarathustra-nya Nietzsche dan Plato ngafe bareng singa laut.
Itu adalah sebuah momen menarik bersama orang yang menarik.

Gue bisa jadi gue, diri gue yang gue suka, dan dia bilang dia juga suka itu.
Cara dia malu dan cara dia memuji persis kayak gue.
Juga keheranannya akan kehidupan dan semesta.
Gue suka caranya menanggapi sesuatu, atau kesabarannya menghadapi masalah.

Dalam ruang dan waktu yang sudah kami habiskan bersama, gue merasa betah.
Ngobrol sama dia mudah dan menyenangkan.
Beribu kali gue jatuh cinta dengan kekonyolannya dan cara dia memperlakukan gue.

Gue menerima tawaran yang akhirnya diberikan oleh semesta untuk bersamanya.
Gue bersyukur setiap saat atas kehadirannya.
Gue harap kami bisa terus bersama di saat apapun dalam milidetik waktu kosmos ini, menghadapi acak dan rapuhnya kehidupan.

Dan itulah kenapa Indra harus ada di blog ini, bahkan sebenarnya gue pengen kasih tau ke seluruh dunia.
Karena setelah dua garis secara ajaib berpotongan kembali di satu titik, mereka berimpitan.