Belakangan ini ada suatu kejadian, terjadi perdebatan yang tidak sengit antara A dan B (karena A lebih banyak diam). A menggunakan fakta/data, dan B berpegang pada asumsi yang menyatakan bahwa fakta A adalah keliru. A adalah seorang junior, B adalah seorang senior dan pakar di bidangnya.
Mungkin menyebalkan rasanya bagi A untuk memeriksa kembali sebuah fakta (yang mungkin sudah diperiksanya berulang kali) hanya karena berbeda dengan asumsi sang pakar. Ternyata semakin pakar seseorang bisa menjadikannya susah berpisah dengan asumsi atau hipotesis atau some-shit-whatever yang berbeda dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Bukannya aku meremehkan pengalaman itu, atau pengetahuan yang sudah diperoleh, tapi ketidaksadaran akan sesuatu bisa terjadi di luar kebiasaan itu tetap aja salah, kan?
Ini juga pelajaran buat diri aku sendiri, jangan membuat suatu penilaian, asumsi atau teori terhadap sesuatu, kemudian tidak mau berubah pikiran terhadapnya. Salah satu tujuan utama filsafat/science adalah mengingatkan kita untuk tidak cepat-cepat menarik kesimpulan. Kalau dilihat dari sejarahnya dimulai dari Rene Descartes, Bapak filsafat modern, yang mengemukakan cara baru untuk meragukan segala sesuatu sampai kita bisa memahami dengan jelas.
Mari kita mendatangkan seorang antischolar, seseorang yang berfokus pada buku-buku yang belum terbaca, dan yang berupaya untuk memperlakukan pengetahuan bukan sebagai harta karun, atau bahkan sebagai hak milik, atau bahkan sesuatu yang meningkatkan harga diri. Jadilah seorang peneliti yang skeptis.
― Nassim Nicholas Taleb
Itu adalah sepenggal kutipan dari buku The Black Swan yang juga banyak mencuci otakku. Mungkin kita memang terlalu sombong dengan ilmu-ilmu yang kita miliki, dan melupakan ilmu-ilmu yang belum kita tahu. Kita merasa tahu lebih banyak daripada yang sebenarnya kita tahu. Tetap fokus pada buku-buku yang belum kita baca ketimbang yang sudah, akan menjadikan kita tidak buta dalam melihat dunia yang dinamis. Dunia yang tidak sebatas dengan yang ada di dalam pikiran kita. Jangan terlalu cepat membuat penilaian.
Plot twist: ternyata si A ini seorang empirisis sejati, dia bisa mengumpulkan fakta dari berbagai sisi, dan akhirnya dia yang memenangkan perdebatan.