Duhai cahaya, terima aku, aku ingin kau lihat yang kau punya.
Aku ingin kau, kembali bisa, percaya pada diri dan mampumu.
―Tulus
Kita dapat melihat cahaya, mereka dapat langsung ditangkap oleh mata kita. Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, dan Ungu, spektrum cahaya tampak yang ditemukan oleh Isaac Newton pada tahun 1600an.
Namun, kisah sang cahaya tidak berhenti pada apa yang ditampakkan oleh mata kita. Dimulai dari penemuan yang tidak disengaja oleh William Hershcel pada tahun 1738. Beliau mengukur suhu warna-warna cahaya Newton dengan menggunakan termometer, kemudian menemukan sebuah spektrum baru yang letaknya di bawah Merah. Itu yang sekarang kita kenal sebagai cahaya Inframerah. Menyusul pada tahun 1801, Ultraviolet resmi bergabung setelah Johann Wilhelm menemukan spektrum baru yang juga tidak tampak, berada di bawah Ungu.
Sampai sekarang, seluruh spektrum elektromagnetik yang kita ketahui (dari yang berenergi frekuensi rendah sampai tinggi), adalah:
Gelombang Radio, Gelombang Mikro, Inframerah, “Mejikuhibiniu”, Ultraviolet, Sinar X, dan Sinar Gamma.
Cahaya bisa menceritakan banyak hal. Teori relativitas Einstein membawa cahaya melintasi kosmos. Setiap kita melihat matahari, yang kita lihat adalah matahari 8 menit 20 detik yang lalu, karena cahaya matahari butuh waktu selama itu untuk menempuh jarak 150.000.000 kilometer ke bumi. Ketika kita mengamati planet atau bintang apapun dengan menggunakan teleskop, yang kita lihat selalu masa lalunya. Tiap potong informasi yang diberikan oleh teleskop datang ke bumi dalam seberkas cahaya. Kalau dibalik, dari jarak 5000 tahun cahaya ada yang mengamati kita menggunakan teleskop super canggih, kemungkinan besar yang mereka saksikan adalah zaman ketika Socrates dan Plato sedang asyik berdiskusi.
Cahaya menceritakan kehidupan bintang-bintang. Bintang meledak atau Supernova yang umum terjadi di jagat raya banyak menghasilkan Sinar X dan kadang disertai Sinar Gamma serta kilatan Ultraviolet. Jika terjadi di Bimasakti, sakaratul mautnya cukup terang untuk dipandang oleh mata kita (walaupun kita tetap tidak bisa melihat Sinar X, Sinar Gamma dan Ultraviolet-nya). Lama setelah gas-gas yang meledak menjadi dingin, gelombang kejut reda, dan cahaya tampak sirna. Kita memang sudah tidak bisa melihatnya dengan mata kita tapi sisa supernova akan terus memancarkan Inframerah dan Gelombang Radio. Saat ini kita sudah banyak membangun teleskop yang dapat menangkap cahaya yang tampak dan tidak tampak, disebut Teleskop Radio.
Tunggu, tapi apakah sebenarnya cahaya itu? Tersusun dari apakah cahaya itu? Ada dua teori mengenai cahaya. Yang pertama, yang disukai Newton dan Einstein, menyatakan cahaya terdiri atas zarah, yang bergerak dalam paket bernama foton. Yang kedua, yang ditentang oleh Einstein ketika berumur 25 tahun, menyatakan cahaya terbuat dari gelombang. Sekarang kita tahu bahwa sebenarnya kedua teori itu benar.
Ketika kita menguraikan seberkas cahaya menjadi foton-foton penyusunnya, kemudian ambil satu foton dan belah menjadi dua. Tak peduli sejauh apa keduanya berpisah, dalam ruang dan waktu, ikatan antara keduanya akan bertahan. Amati putaran (spin) satu foton, dan pasangannya akan langsung mengubah putarannya juga. Hal tersebut membuat Einstein heran, bagaimana bisa dua foton berkomunikasi satu sama lain lebih cepat daripada cahaya? Einstein percaya bahwa dadunya sudah diakali oleh sebuah variabel tersembunyi yang bisa menjelaskan apa yang harus diperbuat foton-foton tersebut miliaran tahun dari sekarang. Tapi sebenarnya inilah yang terjadi pada Belitan Kuantum (Quantum entanglement), ketika kita mengamati arah putaran salah satu foton, maka hasil yang kita dapat untuk arah putaran pasangannya adalah selalu kebalikannya. Proses membelah sebuah foton menjadi dua membuat kedua partikel ini terbelit (entangled). Terbelit dalam hal ini adalah membuat kedua partikel tersebut memiliki suatu fungsi gelombang yang sama. Fungsi gelombang yang identik ini memberi kesan kepada kita bahwa “informasi bergerak lebih cepat daripada cahaya”.
Note:
- Dualitas cahaya sebagai gelombang sekaligus zarah tidak hanya berlaku pada foton, segala zarah subatomik menunjukkan perilaku demikian.
- Begitu juga belitan tidak hanya terjadi pada foton, tapi juga terjadi pada setiap zarah dasar lainnya.
- Belitan terjadi karena hanya ada satu fungsi gelombang untuk seluruh alam semesta (kembali ke Schrödinger).
- Charles Townes memiliki hasrat dalam membelah-belah berkas cahaya dan kemudian menciptakan laser.
Referensi:
Fisika Kuantum dan Teori Banyak-Dunia - Sean Carroll
Kosmos: Aneka Ragam Dunia - Ann Druyan
A Brief History of Time - Stephen Hawking
Astrofisika untuk Orang Sibuk - Neil DeGrasse Tyson